PolitikNewsPemerintahan

Pemilu Nasional dan Daerah: Kemendagri Pelajari Putusan MK

JAKARTA, Lingkartv.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai jeda penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah tengah di dalami oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sesuai yang disampaikan oleh Direktur Jendral (Dirjen) Potilik dan Pemerintahan Umum (Polpum).

“Kami di Kemendagri terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh,” tutur Bahtiar di Jakarta, Sabtu.

Kemendagri akan segera meminta masukan pada para pakar dan ahli mengenai putusan tersebut untuk memperoleh prespektif lain terkait dengan dampaknya.

Hal ini juga akan menjadi pembahasan internal Kemendagri mengenai dampak putusan, termasuk alur pendanaannya.

Kemendagri turut mengevaluasi konsekuensi dari putusan ini terhadap regulasi, terutama UU Pemilu, UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan UU Pemerintah Daerah (Perda).

Kemendagri pun berencana membangun komunikasi dengan pihak penyelenggara pemilu. Kemendagri bersama instansi kementerian lain yang terkait akan melakukan koordinasi langsung bersama DPR.

Adanya perubahan pada jadwal pemilu tentunya akan memengaruhi banyak aspek, termasuk regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya.

Langkah Apa yang Akan Kemendagri Lakukan dalam Perancangan Pemilu?

Selain itu, Kemendagri akan merancang mekanisme pelaksanaan pemilu yang efisien guna mewujudkan tujuan dari pemisahan jadwal penyelenggaraannya.

Rancangan tersebut akan dibuat dengan memperhatikan prinsip efisiensi, terutama dalam aspek anggaran.

Pada putusan sebelumnya, MK memberikan putusan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dipisah dengan jarak 2 tahun hingga 2 tahun 6 bulan.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6).

Dalam perkara ini, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili oleh Ketua Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Yayasan Irmalidarti.

Lebih lanjut, MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan bersifat tidak mengikat secara hukum, kecuali jika di kemudian hari dimaknai sebagai berikut:

“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/waki presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk pemilihan anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”

Sumber: Antara

Editor: Debby Sweta Stevani

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari lingkartv.com

Artikel Terkait

Back to top button