
REMBANG, Lingkartv.com – Para nelayan di Kabupaten Rembang mengungkapkan keberatan atas kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang mewajibkan kapal penangkap ikan untuk memasang alat Vessel Monitoring System (VMS) pada 2025. Hal ini mereka ungkapkan saat halal bihalal dan silaturahmi bersama Wagub Jateng Taj Yasin di Desa Kalipang, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, pada Sabtu (12/4).
Menanggapi keluhan para nelayan, Wagub Jateng Taj Yasin menyatakan akan menindaklanjuti.
“Aspirasi terkait izin berlayar. Sekarang harus pasang VMS di setiap kapal, nah itu nelayan masih keberatan. Mereka harus membeli dan harus mengusulkan lagi, benar-benar minta izin (lagi),” ungkap Taj Yasin.
Lebih rinci, kata dia, nelayan meminta kebijakan pemasangan VMS oleh KKP untuk dilakukan secara bertahap.
“Tidak secara langsung harus saat ini dilakukan, karena mereka (nelayan) belum siap,” imbuhnya.
Sosok yang akrab disapa Gus Yasin itu mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat, terkait aspirasi dari nelayan tersebut.
“Lalu juga koordinasi dengan pemerintah di luar Jateng. Bagaimana menentukan solusinya ini, dan usulkan ke pemerintah pusat bahwa kondisinya di lapangan seperti ini,” ujar dia.
Hal tersebut, lanjut Yasin, juga harus dikaji dan ditelaah dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jateng.

Tak hanya di Kabupaten Rembang, Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) di Jakarta juga meminta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan itu segera dievaluasi karena memberatkan nelayan.
“Regulasi mewajibkan kapal di bawah 30 Gross Ton ke bawah menggunakan Vessel Monitoring System (VMS) atau perangkat monitoring sistem berbasis sinyal sangat memberatkan,” ungkap Ketua DPW Gerbang Tani Jakarta, Tri Waluyo di Jakarta, Minggu (13/4).
Menurut dia, aturan penggunaan VMS ini tidak menguntungkan nelayan, tapi malah mempersulit. Bahkan membuat nelayan banyak menghabiskan uang yang cukup besar karena terkena denda atau sanksi. “Beban berat ini yang harus ditanggung nelayan,” keluhnya.
Menurutnya, banyak kerugian yang dialami nelayan secara materi maupun psikologi yang memberatkan nelayan dalam mencari makan.
“Nelayan hanya ingin mencari makan untuk kehidupan mereka,” tambahnya.
Hal senada diungkapkan nelayan kapal di bawah 30 Gross Ton (GT), Najirin, yang mengeluhkan kewajiban penggunaan VMS yang sangat memberatkan. Dia ingin pemerintah mengkaji ulang peraturan itu.
Pada saat memasang VMS nelayan harus membayar Rp20 juta. Hal itu belum setiap tahunnya bayar Rp6 juta dan suratnya Rp1 juta. “Ini kan memberatkan kami para nelayan,” keluh Najirin.
Pada Minggu sore (13/4), nelayan menggelar aksi untuk menyuarakan aspirasi mereka di Dermaga Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, dan pihaknya akan menunggu respons dari pemerintah.
“Jika tidak ada perubahan, maka kami akan turun ke jalan menggelar aksi,” kata dia.
Ia mengatakan aksi nelayan ini akan melibatkan nelayan dari seluruh Indonesia yang saat ini masih menggelar aksi di daerah mereka.
“Nanti kami kumpulkan 5.000 hingga 10.000 nelayan untuk menggelar aksi di depan Istana,” kata dia.
Gerbang Tani Jakarta telah menyampaikan keluhan nelayan Muara Angke kepada DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal.
“Kami terus akan perjuangkan aspirasi ini agar didengar presiden secara langsung,” tegasnya. (Nailin RA – Lingkartv.com)