
Mencari Jalan Tengah dari Tarif Resiprokal Amerika, Satu Pintu Terbuka untuk Indonesia: BRICS
Jakarta, Lingkartv.com – Di tengah riuhnya desakan perekonomian global, Indonesia masih merangkak menemukan jalannya sendiri. Ekonomi Indonesia kian terombang-ambing di lautan ketidakpastian yang dibawa oleh kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat.
Dalam rentang waktu yang penuh dengan dinamika politik dan ekonomi ini, satu pintu terbuka: BRICS. Ekonom dan praktisi pasar modal Hans Kwee menyarankan agar Indonesia meningkatkan kerja sama perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) sebagai respons atas kebijakan tarif impor tinggi yang diterapkan Amerika Serikat (AS).
“Indonesia perlu memperkuat perdagangan dengan BRICS untuk mencari peluang baru setelah penerapan tarif tinggi oleh AS,” ujarnya.
Menurutnya, langkah ini penting untuk membuka sumber pendapatan baru di tengah tantangan perdagangan global.
Sejak Amerika Serikat menerapkan kebijakan tarif resiprokal, banyak negara, termasuk Indonesia, yang merasakan dampaknya.
Para pelaku usaha, baik besar maupun kecil, merintih akibat lonjakan harga barang impor. Beberapa sektor seperti otomotif, tekstil, dan komoditas lainnya mengalami penurunan daya saing.
Nilai tukar rupiah yang melemah pun semakin memperburuk keadaan. Namun, bukan Indonesia namanya jika tidak mampu menghadapi cobaan ini dengan cara yang lebih bijaksana. Mencari alternatif, bukan hanya menunggu badai berlalu, menjadi pilihan yang tak bisa ditunda lebih lama.
Pada 6 Januari 2025, Indonesia resmi bergabung dengan BRICS, sebuah langkah yang, meskipun kontroversial bagi sebagian kalangan, membuka peluang besar untuk memperluas pasar dan membangun hubungan baru.
BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, mewakili lebih dari 3 miliar orang. Pencapaian ini adalah pencarian jalan keluar dari ketergantungan pada kekuatan ekonomi Barat yang, meski menguntungkan, tidak jarang penuh dengan ketidakpastian.
BRICS menawarkan sesuatu yang berbeda. Sebagai anggota baru, Indonesia tidak hanya membuka potensi untuk memperluas perdagangan dengan negara-negara yang memiliki sumber daya besar dan pasar yang luas, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada AS yang selama ini mendominasi pasar global.
Produk Indonesia—dari kelapa sawit hingga batu bara—dapat menemukan pasar baru di negara-negara BRICS. Tetapi lebih dari itu, ada peluang untuk memperkuat sektor teknologi, infrastruktur, dan energi terbarukan. Dengan keberadaan New Development Bank (NDB), pendanaan untuk proyek besar Indonesia pun menjadi lebih terbuka.
Namun, seperti halnya kebijakan yang datang dengan peluang, BRICS bukan tanpa risiko. Dominasi ekonomi China di dalam organisasi ini menjadi tantangan tersendiri. Sebagai negara dengan kontribusi terbesar terhadap PDB BRICS, China memiliki pengaruh yang sangat besar.
Bagi Indonesia, yang sudah lama bersaing dengan China di sektor-sektor tertentu, masuknya Indonesia ke dalam BRICS bisa menambah ketegangan, bukan hanya di pasar domestik, tetapi juga dalam politik internasional.
Lalu ada lagi yang lebih pelik: ketergantungan pada satu blok ekonomi yang besar, dengan China sebagai pusatnya, bisa berisiko membatasi ruang gerak Indonesia dalam membangun kemitraan yang lebih beragam. Indonesia harus tetap bijaksana, tidak terjebak dalam tarik-ulur kepentingan, dan mampu menjaga kemandirian politik dan ekonomi.
Sebuah langkah yang harus penuh perhitungan, karena dunia yang terus berubah menuntut Indonesia untuk tidak hanya menjadi bagian dari arus utama, tetapi juga mampu menavigasi jalan yang lebih berkelanjutan.
Tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat masih menyisakan tantangan besar. Namun, BRICS memberikan angin segar dengan potensi ekonomi yang lebih luas dan mitra yang lebih beragam.
Indonesia dapat memperbaiki posisinya di dunia yang kian terpolarisasi, membangun hubungan yang lebih inklusif dengan negara-negara berkembang, dan tetap menjaga keseimbangan dalam diplomasi global.
Indonesia berusaha mencari jalan tengah—sebuah jalan yang tidak hanya mengandalkan satu kekuatan besar, tetapi juga memanfaatkan keanggotaan di BRICS sebagai peluang untuk memajukan ekonomi domestik, membangun hubungan perdagangan yang lebih beragam, dan memperkuat posisi diplomatik di dunia internasional. Indonesia mungkin telah memasuki jalur yang penuh liku, tetapi setidaknya sekarang, negara ini punya lebih banyak pilihan untuk melangkah. (HMS – Lingkartv.com)