
DINSOSP3AKB Pati Bekali Calon Pengantin Bimbingan Pranikah “SAMARA”
PATI, Lingkartv.com – Dalam rangka membentuk keluarga Indonesia yang tangguh, harmonis, dan berdaya tahan terhadap dinamika zaman, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DINSOSP3AKB) Kabupaten Pati kembali melaksanakan program edukatif yang sangat strategis dan relevan, yaitu kegiatan bimbingan pranikah, pada Jumat, 22 Mei 2025.
Kegiatan ini bertajuk “SAMARA”, yang merupakan akronim dari Sadar Menikah, Rancang Masa Depan Bahagia. Kegiatan ini secara khusus ditujukan bagi para calon pengantin yang telah merencanakan melangsungkan pernikahan pada tahun 2025, sebagai bekal penting dalam menyongsong kehidupan berumah tangga yang sehat, setara, dan berlandaskan nilai-nilai kekeluargaan yang kuat.
Kegiatan yang diselenggarakan di Aula DINSOSP3AKB Kabupaten Pati ini diikuti oleh pasangan muda calon pengantin, dan dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Hartini yang dalam sambutannya menekankan urgensi dan pentingnya kesiapan non-teknis dalam pernikahan, seperti kesiapan mental, emosional, dan spiritual, yang kerap kali terabaikan dalam proses persiapan pernikahan yang hanya berfokus pada hal-hal seremonial atau administratif belaka.
“Pernikahan bukanlah sekadar prosesi pengikatan dua individu dalam sebuah ikatan hukum dan sosial, melainkan merupakan keputusan besar yang mengandung tanggung jawab jangka panjang, serta membutuhkan kematangan psikologis, kecerdasan emosional, dan kesiapan spiritual agar rumah tangga yang dibangun dapat menjadi tempat tumbuh yang aman, nyaman, dan penuh keberkahan,” ujarnya.
Lebih lanjut, beliau juga mengungkapkan keprihatinan atas tingginya angka perceraian serta meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang tercatat hingga ribuan kasus di berbagai daerah, yang mencerminkan bahwa masih banyak pasangan muda yang belum memiliki kesiapan menyeluruh sebelum memasuki gerbang pernikahan.
Oleh karena itu, kegiatan seperti ini diharapkan dapat menjadi bentuk pencegahan yang konstruktif dan edukatif agar calon pasangan mampu membangun rumah tangga dengan fondasi yang kokoh dan berkesadaran.
Sementara itu, Sub Koordinator PPPA, Anggia Widiari, turut menyoroti pentingnya proses penerimaan diri sebagai langkah awal dalam membentuk hubungan yang sehat dan dewasa. Dalam penyampaiannya, ia tidak hanya menjelaskan konsep penerimaan diri secara teoritis, tetapi juga mengajak peserta untuk melakukan praktik langsung berupa menulis catatan reflektif pribadi terkait kondisi emosi, karakter, nilai hidup, serta harapan mereka terhadap pernikahan.
Catatan tersebut kemudian diminta untuk disimpan dan dibaca kembali ketika mereka telah pulang ke rumah, sebagai bentuk pengingat akan komitmen dan kesiapan diri.
“Ketika seseorang belum mampu berdamai dengan dirinya sendiri, baik dalam aspek kelebihan maupun kekurangan, maka akan sangat sulit baginya untuk mampu menerima dan memahami pasangan secara utuh. Oleh sebab itu, penerimaan diri menjadi titik tolak dari segala bentuk relasi yang sehat, termasuk dalam kehidupan pernikahan,” katanya.
Sesi materi inti dalam kegiatan ini dilanjutkan oleh narasumber profesional dari PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga), yaitu Eliza Rahmawati, seorang konselor keluarga yang telah berpengalaman dalam menangani berbagai kasus seputar pernikahan, konflik rumah tangga, hingga permasalahan anak.
Dalam paparannya yang sangat informatif dan membumi, beliau menyampaikan beberapa isu krusial yang kerap menjadi akar permasalahan dalam rumah tangga, antara lain tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kasus incest (hubungan sedarah) yang masih kerap terjadi dalam lingkup keluarga.
Materi yang dibawakan tidak hanya menyentuh aspek psikologis, tetapi juga mengajak peserta untuk melakukan pemeriksaan kesiapan secara menyeluruh, mulai dari cek kesehatan fisik dan psikis, hingga evaluasi kondisi keuangan pribadi dan pasangan, sebagai bentuk kesadaran bahwa pernikahan tidak hanya menggabungkan dua hati, namun juga menyatukan dua sistem nilai, dua kebiasaan, dan dua kondisi kehidupan yang harus diselaraskan.
Selain itu, beliau juga memberikan tips dan strategi praktis dalam menghadapi dinamika rumah tangga, antara lain bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif dan asertif, bagaimana mengelola emosi dengan sehat, serta bagaimana memahami pendidikan seksualitas dan keintiman dalam perspektif yang positif, ilmiah, dan penuh penghargaan antar pasangan. Semua ini kemudian dirangkum dalam kerangka besar penerimaan diri dan pasangan, sebagai fondasi dari rumah tangga yang stabil dan penuh kasih.
Sebagai pelengkap, peserta juga dikenalkan dengan konsep “The Four Horsemen”, yang merujuk pada empat perilaku atau kebiasaan destruktif dalam hubungan, yaitu kritik berlebihan, sikap defensif, penghindaran (stonewalling), dan rasa superior (contempt). Keempatnya disebut sebagai tanda-tanda bahaya yang apabila tidak disadari dan dikendalikan, dapat menggerogoti kualitas relasi dan menjadi pemicu utama perceraian.
Kegiatan ini ditutup dengan pengisian Checklist Pra-Nikah, yaitu serangkaian pertanyaan reflektif yang dirancang untuk membantu peserta menilai kesiapan diri dan pasangan dalam berbagai aspek, mulai dari visi dan misi pernikahan, kemampuan menyelesaikan konflik, nilai-nilai hidup, hingga kesiapan ekonomi. Checklist ini diharapkan menjadi alat bantu bagi peserta dalam mengevaluasi dan menguatkan keputusan mereka sebelum benar-benar melangkah ke pelaminan.
Secara keseluruhan, kegiatan bimbingan pra-nikah SAMARA ini berlangsung dalam suasana yang sangat kondusif, penuh semangat, serta mendapat sambutan hangat dan antusiasme tinggi dari para peserta. Interaksi antara peserta dan narasumber berjalan dengan dinamis, mencerminkan bahwa kebutuhan akan edukasi seputar pernikahan sangat besar dan perlu difasilitasi secara berkala.
DINSOSP3AKB Kabupaten Pati berharap agar kegiatan ini dapat menjadi salah satu langkah nyata dalam membentuk generasi keluarga yang sehat secara mental, kuat secara emosional, cerdas secara finansial, serta bijak dalam menyelesaikan konflik, sehingga pada akhirnya mampu mewujudkan keluarga Indonesia yang berketahanan, harmonis, dan sejahtera. (Nailin RA / Lingkartv.com)