News

Pemulihan Aset Korupsi Dinilai Lemah, Bamsoet Tekankan Perlunya RUU Perampasan Aset

Jakarta, Lingkartv.com – Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mendorong percepatan pembaruan hukum terkait perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Menurutnya, sistem hukum yang berlaku saat ini belum cukup efektif dalam menjamin pemulihan aset secara cepat, lintas yurisdiksi, dan optimal.

“Walau Indonesia memiliki payung hukum seperti UU Tipikor dan UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, efektivitasnya dalam menjamin pemulihan aset secara optimal masih dipertanyakan. Proses hukum yang panjang, rumit, dan keharusan membuktikan tindak pidana terlebih dahulu sebelum aset dirampas jadi kendala. Akibatnya, aset yang sudah dibekukan tidak jarang mengalami penyusutan nilai sebelum sempat dirampas negara,” ujar Bamsoet dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (17/5).

Ia menyebut, salah satu kendala utama adalah ketergantungan pada mekanisme conviction-based forfeiture, yaitu perampasan aset yang hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Proses ini, menurutnya, sangat panjang dan berliku, terutama jika pelaku melarikan diri atau menyembunyikan aset di luar negeri.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2024 mencatat total kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp45,7 triliun. Namun, pemulihan aset yang berhasil dilakukan antara 2020–2024 baru mencapai Rp2,5 triliun, jauh di bawah nilai kerugian tersebut.

“Ini menunjukkan timpangnya upaya pengembalian aset dibandingkan nilai kerugian yang ditimbulkan,” tegas Bamsoet.

Ia juga menyoroti hambatan lain seperti keterbatasan teknologi pelacakan aset dan tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri, yang menurutnya memperlambat proses pemulihan.

“Tumpang tindih kewenangan antara lembaga penegak hukum masih terjadi. Tanpa sinergi, proses pemulihan aset sering terhambat birokrasi dan persaingan antar lembaga. Ini memperlambat prosedur dan mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk segera memulihkan aset yang dicuri,” jelasnya.

Sebagai solusi, Bamsoet menekankan pentingnya percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang mengusung konsep non-conviction based asset forfeiture (NCB), pembentukan pengadilan khusus, dan mekanisme pembuktian terbalik yang terukur.

Meski begitu, ia menyadari bahwa implementasi RUU tersebut akan menghadapi tantangan seperti resistensi politik, keterbatasan kapasitas kelembagaan, serta isu konstitusionalitas terkait asas praduga tak bersalah dan perlindungan hak milik.

“Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan antara lain percepatan pengesahan RUU dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan HAM, pembentukan unit pemulihan aset terpadu lintas lembaga, peningkatan kapasitas teknis penegak hukum, pengembangan sistem informasi aset nasional berbasis digital, serta pelibatan aktif masyarakat dalam pengawasan,” pungkas Bamsoet. (Ceppy Febrinika Bachtiar – Lingkartv.com)

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari lingkartv.com

Artikel Terkait

Back to top button