
Soft Launching Buku “Polri untuk Masyarakat” Warnai HUT ke-79 Bhayangkara
Jakarta, Lingkartv.com – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara diwarnai dengan soft launching buku berjudul “Polri untuk Masyarakat, Transformasi Polri Menuju Indonesia Emas 2045”. Buku ini ditulis oleh pengamat kepolisian, Ngasiman Djoyonegoro, atau yang akrab disapa Simon.
Peluncuran buku tersebut bertepatan dengan penyusunan Grand Strategy Polri 2025–2045, sebagai kelanjutan dari Grand Strategy Polri 2005–2025. Dokumen ini dinilai menjadi penanda penting perjalanan transformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menuju masa depan.
“Transformasi Polri selalu mengikuti perkembangan zaman dan relevan dengan agenda pembangunan yang dikembangkan oleh presiden terpilih pada setiap periodenya,” ujar Simon dalam keterangannya.
Menurut Simon, transformasi Polri dapat ditelusuri dari berbagai titik perubahan historis, salah satunya pada masa awal kemerdekaan yang diwarnai dengan penataan kelembagaan. Perubahan signifikan terjadi pasca-Reformasi 1998 ketika Polri menjadi lembaga independen dengan kewenangan penuh di bidang keamanan, ketertiban masyarakat, dan penegakan hukum.
“Kita dapat lihat, setelah Polri diberikan kewenangan dan independensi kelembagaan, berbagai transformasi tumbuh dan berkembang. Misalnya, ada Pemolisian Masyarakat (Polmas), Pemolisian Demokratis, dan terakhir, e-Policing,” jelasnya.
Soft Launching Buku “Polri untuk Masyarakat” Tuangkan Berbagai Konsep Transformasi
Simon menjelaskan bahwa berbagai konsep transformasi tersebut harus dituangkan ke dalam bentuk operasional yang bisa diukur dan dievaluasi. Di sinilah pentingnya Grand Strategy Polri sebagai alat perencanaan jangka panjang.
Ia juga menyoroti pentingnya slogan-slogan Kapolri dalam menyatukan persepsi kelembagaan. Setelah “Rastra Sewakotama”, muncul slogan “Promoter”, dan kini “Presisi” di era Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Apa yang sudah baik untuk Polri, saya kira perlu dilanjutkan. Namun yang harus diingat adalah orientasi masa datang atau wajah Polri seperti apa yang kita dambakan,” kata Simon.
Menurutnya, sejumlah konsep penguatan transformasi Polri telah mulai dikembangkan, seperti e-Policing melalui penguatan aplikasi, infrastruktur, serta peningkatan kualitas SDM. Program tilang elektronik (ETLE) merupakan salah satu contoh inisiatif konkret.
Selain e-Policing, Simon menyebut konsep lain yang perlu dikembangkan dalam Grand Strategy Polri 2025–2045, di antaranya predictive policing, robotic policing, dan smart policing, dengan basis utama pada transformasi teknologi informasi dan komunikasi.
“Yang lebih penting adalah bagaimana meramu, merumuskan indikator keberhasilan, dan mekanisme evaluasi dari pengembangan berbagai konsep tersebut dalam dokumen program dan kegiatan yang dirumuskan Polri,” ujarnya.
Terkait tema “Polri untuk Masyarakat”, Simon menyebut tema ini relevan dengan fenomena “No Viral, No Justice” yang mencerminkan tuntutan publik terhadap pelayanan Polri yang lebih responsif dan berpihak kepada masyarakat.
“Oleh karena itu, saya kira Polri untuk Masyarakat hadir untuk menjawab tantangan itu,” kata Simon.
Ia menegaskan bahwa Polri harus dekat dan memahami kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkuat dukungan sosial terhadap fungsi kepolisian.
“Melihat perjalanan transformasi Polri, saya kira ‘Polri Untuk Masyarakat’ bukan sekadar slogan, tetapi komitmen nyata dalam menjaga keamanan, ketertiban, serta membantu masyarakat dalam berbagai situasi,” tegas Simon.
Konsep “Polri untuk Masyarakat” disebut sebagai landasan penting dalam kelanjutan transformasi Polri ke depan, sekaligus bentuk dukungan terhadap program “Asta Cita” dari Presiden Prabowo dan implementasi Polri Beyond Presisi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. (Lingkar Media Network – Lingkartv.com)