News

Proyek MFISS Berhutang Rp6,49 Triliun ke Dua Lembaga Spanyol, Firman Soebagyo: Tidak Urgen, Hanya Menambah Beban Utang Negara

Jakarta, Lingkartv.com – Pemerintah Indonesia kembali menarik pinjaman luar negeri senilai total Rp6,49 triliun dari dua lembaga keuangan asal Spanyol, yakni Instituto de Credito Oficial (ICO) dan Banco Bilbao Vizcaya Argentaria (BBVA).

Dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek Maritime and Fisheries Integrated Surveillance System (MFISS) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Berdasarkan surat pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, pinjaman yang diterima terdiri dari dana sebesar EUR 150.800.000 (setara Rp2,9 triliun) dari ICO dan EUR 189.082.010 (setara Rp3,6 triliun) dari BBVA.

Pinjaman tersebut menuai kritik dari Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo. Ia menilai proyek MFISS belum menjadi kebutuhan mendesak dan justru akan memperberat beban utang negara, khususnya pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

“Dilihat dari sisi urgensi, maka belum urgen, karena dengan anggaran yang ada di Kementerian KKP saat ini bisa untuk penguatan pembiayaan program rutin KKP, dan dapat memaksimalkan produk dalam negeri untuk kebutuhan kapal. Walaupun anggaran belum optimal, tetapi paling tidak kita tidak menambah utang negara, yang nantinya membuat ketergantungan kita terhadap negara lain makin tinggi, karena berutang,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (19/4).

Firman juga menekankan bahwa langkah ini bertolak belakang dengan komitmen Presiden Prabowo yang ingin memperkuat kedaulatan dan kemandirian bangsa, salah satunya melalui pengurangan utang luar negeri.

“Sementara itu Presiden Prabowo berkomitmen untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian bangsa, dan salah satunya adalah mengurangi utang luar negeri, sesuai dengan instruksi Presiden harus mengutamakan penguatan produk dalam negeri, dan kita tidak membudayakan utang, sehingga bangsa ini tidak tersandra,” lanjutnya.

Menurutnya, dengan keterbatasan kapasitas anggaran serta penerapan sistem unified budget, penarikan pinjaman baru untuk MFISS justru berpotensi mengganggu porsi anggaran dari Rupiah Murni (RM) yang telah dialokasikan untuk kegiatan prioritas dan bersifat dasar (baseline).

Firman juga menyayangkan bahwa proyek MFISS tidak pernah disampaikan atau dibahas dalam rapat Komisi IV DPR RI. Ia menilai hal tersebut menunjukkan kurangnya transparansi dari pihak KKP.

“Anehnya, proyek MFISS yang dirancang oleh KKP dengan skema pembiayaan dari pinjaman utang luar negeri, tidak pernah disampaikan dan dibahas dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI. Maka memberikan indikasi bahwa KKP tidak terbuka terkait utang luar negeri ini untuk sumber pembiayaan proyek kepada Komisi IV sebagai mitra kerjanya,” tegasnya.

Ia bahkan mencurigai adanya pihak-pihak tertentu yang bermain dalam pengurusan pinjaman ini.

“Kita menduga dan patut dicurigai kalau ada sesuatu, permainan dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk menyetujui realisasi utang ini, karena ditengarai ada broker yang memainkan peran ini, untuk mendapatkan fee dari proyek pinjaman luar negeri ini,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Firman menegaskan bahwa Komisi IV DPR RI akan segera menelusuri lebih dalam pembiayaan proyek tersebut.

“Oleh karena itu kami dari Komisi IV DPR RI akan mempelajari dan menelaah secara detail untung rugi atau plus minus pembiayaan proyek MFISS dengan menggunakan pinjaman luar negeri,” pungkasnya. (HMS – Lingkartv.com)

Artikel Terkait

Back to top button