
Dampak KUHP Baru: Menteri Imipas Akan Tambah Pembimbing Pemasyarakatan
JAKARTA, Lingkartv.com – Penambahan jumlah petugas pembimbing pemasyarakatan guna menyambut implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disampaikan langsung oleh Agus Andrianto, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas).
“Tentu saja, kami akan terus berkoordinasi dengan Bapan Kepegawaian maupun dari Kementerian PANRB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Peformasi Birokrasi),” tutur Agus saat ditemui di peluncuran Aksi Sosial Gerakan Nasional Pemasyarakatan Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025 di Jakarta, Kamis.
Setelah KUHP baru berlaku pada 2 Januari 2026, Agus mengakui peran pembimbing pemasyarakatan menjadi lebih luas dan besar.
“Kita siapkan petugas pembimbing pemasyarakatan yang tadi masih kurang, kita akan persiapkan untuk ditambah, kemudian persiapkan pelatihannya, sehingga mereka nanti pada saat menjalankan tugas, dari mulai saat penyelidikan sampai dengan mendapatkan hukuman, ini adalah pekerjaan petugas pembimbing pemasyarakatan,” tuturnya.

Menyikapi hal ini, Agus menekankan pentingnya pelatihan kepada para pembimbing pemasyarakatan, serta diharapkan akan ada insentif tambahan.
Sementara itu, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Ketua Dewan Guru Besar UI yang juga penyusun KUHP baru menyatakan bahwa petugas pembimbing pemasyarakatan saat ini hanya berjumlah sekitar 2.571 orang saja.
“Mohon dengan hormat agar ditambah teman-teman PK karena tugasnya berat sekali. Perlu saya sampaikan juga bahwa bukan hanya pidana kerja sosial yang akan menjadi tugas dari teman-teman PK, tapi juga ada pidana pengawasan dan tindakan. Tindakan ini banyak sekali yang kita rumuskan di dalam KUHP,” tuturnya.
Rencana Jumlah Penambahan Pembimbing Pemasyarakatan Berdasarkan KUHP Baru
Menurutnya, setelah KUHP baru berlaku, paling tidak sekitar 7.800 orang adalah jumlah ideal untuk pembimbing pemasyarakatan. Sehingga, atas dasar hal tersebutlah Harkristuti menyarankan untuk penambahan jumlah petugas PK tersebut.
Setelah disusun selama kurang lebih 57 tahun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru menghadirkan alternatif terhadap pidana penjara.
“Yang pertama adalah pidana kerja sosial, yang kedua pidana pengawasan, yang ketiga adalah pidana denda. Jadi ini adalah merefleksikan paradigma baru di dalam hukum pidana kita,” tuturnya.
“Mereka tetap berada di dalam masyarakat dan juga mendapat terus bimbingan dari para pembimbing kemasyarakatan,” tambah Harkristuti.
Alternatif baru ini diharapkkan dapat mengurai kepadatan penghuni (overcrowded) dalam lapas dan rutan. Selain itu, pelaku pidana dapat memperoleh hukuman yang lebih bermakna. (*)
Sumber: Antara
Editor: Debby Sweta Stevani