KesehatanPemerintahan

Tekan Angka Kekerasan pada Anak, DINSOSP3AKB Pati Ajak Semua Pihak Berkolaborasi

PATI, Lingkartv.com – Upaya mewujudkan Kabupaten Pati sebagai Kabupaten Layak Anak terus digencarkan. Salah satu langkah strategisnya adalah melalui Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencegah Kekerasan Terhadap Anak (KTA) yang diselenggarakan pada Rabu, 11 Juni 2025 di Ruang Penjawi Setda Pati.

Acara ini menghadirkan dua narasumber dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten serta Ketua Komunitas Cinta Anak Negeri Kabupaten Pati. Turut hadir, Kepala DINSOSP3AKB Pati Aviani Tritanti Venusia, Kepala Bidang PPPA Hartini, dan Sub Koordinator Pemberdayaan Perempuan Bidang PPPA Anggia Widiari.

“Alhamdulillah, Kabupaten Pati telah meraih peringkat madya dalam penilaian Kabupaten Layak Anak. Semoga ke depan nilainya terus meningkat. Pelan-pelan tapi pasti, mari kita wujudkan Kabupaten Pati yang benar-benar layak anak,” ungkap Anggia.

Ia mengingatkan pentingnya pemenuhan empat hak dasar anak: hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi.

“Anak-anak forum kecamatan adalah agent of change, pelopor sekaligus pelapor. Di mana pun berada, anak-anak harus berani berkata tidak kepada siapa saja yang melakukan kekerasan, termasuk dari keluarga sendiri,” tegasnya.

Lebih jauh, Anggia menyoroti perlunya sinergi seluruh elemen masyarakat. “Angka kekerasan di Kabupaten Pati tidak bisa dianggap remeh. Kolaborasi semua pihak sangat penting agar anak-anak kita merasa aman, terlindungi, dan terpenuhi hak-haknya,” tutupnya.

Bahaya Lingkaran Setan Kekerasan

Sementara itu, Perwakilan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten, Hidayatus Sholichah menyampaikan urgensi sistem yang kokoh dalam perlindungan anak berbasis masyarakat. “Niat baik saja tidak cukup. Perlindungan anak membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan keterlibatan semua pihak,” ujarnya.

Menurutnya, tumbuh kembang anak berlangsung berlapis. Bila satu lapisan lemah, seluruh pondasi di atasnya ikut rapuh. “Anak butuh lingkungan yang memberi ruang optimal untuk berkembang, baik fisik, mental, maupun sosial,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa kekerasan, baik fisik, psikis, seksual, maupun digital, meninggalkan dampak jangka panjang. “Luka kekerasan bisa merusak perkembangan otak, mencederai kesehatan mental, hingga membentuk karakter agresif atau penakut,” ungkapnya.

Salah satu bentuk kekerasan yang ia soroti adalah fenomena Shaken Baby Syndrome yang bisa menyebabkan cacat permanen, bahkan kematian bayi. Kekerasan psikis pun berpotensi menimbulkan trauma, kecemasan berkepanjangan, hingga gangguan kepercayaan.

Lebih jauh, ia mengingatkan bahaya lingkaran setan kekerasan. “Anak belajar dari apa yang mereka alami. Jika kekerasan jadi solusi, maka rantai kekerasan akan terus diwariskan,” paparnya.

Dalam era digital, Hidayatus menyoroti potensi ancaman baru seperti cyber-bullying, grooming online, sexting, hingga sextortion. “Perkembangan teknologi memunculkan ruang kekerasan baru yang belum sepenuhnya dipahami oleh orang dewasa. Ini membuat anak semakin rentan,” jelasnya.

Ia menegaskan, pencegahan hanya efektif jika dilakukan secara sistemik dan lintas sektor.
“Kita harus meminimalisir sekat birokrasi dan menjangkau seluruh ekosistem anak: keluarga, sekolah, dan komunitas,” ujarnya.

Penguatan peran komunitas, forum anak, serta aktor penggerak di desa seperti SAPA dan PATBM sangat diperlukan. “Mereka menjadi garda terdepan dalam memetakan risiko dan memberikan edukasi pengasuhan yang positif,” tegasnya.

Manajemen Kasus sebagai Pilar Penanganan Perlindungan Anak

Melengkapi materi, Ketua Komunitas Cinta Anak Negeri Kabupaten Pati, Yuli Perdy Wibowo memaparkan, pentingnya manajemen kasus sebagai pilar penanganan perlindungan anak.

“Manajemen kasus merupakan proses sistematis dan tepat waktu, dengan dukungan sistem lokal, rujukan, dan intervensi sesuai kebutuhan anak dan keluarganya,” ujarnya.

Ia pun menjelaskan manajemen kasus terdiri atas tiga komponen:

  • Sistem: SOP, regulasi, SDM terampil, supervisi, pendanaan, pengelolaan data.
  • Proses: dari identifikasi kasus hingga terminasi.
  • Praktik: pendampingan langsung dengan kolaborasi lintas profesi.

“Setiap kasus punya kompleksitas unik, sehingga pendamping harus intensif mendampingi sambil melibatkan banyak pihak,” tegas Yuli.

Yuli Perdy Wibowo kemudian memaparkan tahapan manajemen kasus, dimulai dari:

1.  Identifikasi Awal: membangun kepercayaan klien.
2. Assessment: menggali kondisi klien secara menyeluruh dengan berbagai alat bantu seperti genogram, eco-map, triangulasi data.
3. Perencanaan Intervensi: penyusunan rencana SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Time-bound).
4. Pelaksanaan Intervensi: mendorong perubahan di tingkat individu, keluarga, dan komunitas.
5. Monitoring dan Evaluasi: menilai keberhasilan layanan bersama klien dan keluarga.
6. Terminasi: pengakhiran layanan jika tujuan telah tercapai, namun tetap terbuka bila kondisi berubah.

Yuli menegaskan bahwa seluruh proses manajemen kasus ini berlandaskan pada Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Layanan Terpadu Perempuan dan Anak.

DINSOSP3AKB Pati Ajak Semua Pihak Berkolaborasi

Sebagai penutup kegiatan, Kepala DINSOSP3AKB Pati, Aviani Tritanti Venusia, menyampaikan pesan penting.

“Kami di DINSOSP3AKB tidak bisa bekerja sendiri. Oleh karena itu, kami berharap kepada seluruh pihak yang hadir hari ini: tolong jangan ragu memberi kami informasi, masukan, maupun laporan terkait masalah sosial yang terjadi di lapangan. Keterlibatan panjenengan semua menjadi kunci agar penanganan perlindungan anak bisa berjalan optimal,” ungkap Aviani.

Dengan semangat kebersamaan, kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen bersama untuk terus bergerak mewujudkan Kabupaten Pati sebagai tempat yang aman, ramah, dan layak anak— bukan sekadar slogan, tapi kerja nyata yang terus dihidupkan setiap harinya. (NAY / Lingkartv.com)

Artikel Terkait

Back to top button