
Pati, Lingkartv.com – Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keluarga Berencana (DINSOSP3AKB) Kabupaten Pati menggelar Pertemuan dan Koordinasi Kerjasama Lintas Sektor Pencegahan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Aula DINSOSP3AKB, Selasa (17/6).
Kegiatan ini diikuti 30 peserta dari berbagai instansi dan perwakilan kecamatan se-Kabupaten Pati.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat kunci, antara lain Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Provinsi Jawa Tengah, Kepala Satpol PP, Kepala Bapas Kelas II Pati, Kepala Kejaksaan Negeri Pati, Kepala Lapas Kelas IIB Pati, Kepala Margolaras Pati, Unit PPA Polresta Pati, dan Kepala UPTD PPA Kabupaten Pati.
Kegiatan ini bertujuan memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mencegah keterlibatan anak dalam proses hukum serta memperkuat pendekatan berbasis keluarga dan komunitas. Hal ini sejalan dengan upaya mewujudkan Pati sebagai Kabupaten Layak Anak.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Hartini, dalam laporannya menegaskan pentingnya koordinasi semua pihak dalam upaya preventif.
“Pencegahan anak berhadapan dengan hukum tidak bisa dilakukan secara sektoral. Diperlukan sinergi dan koordinasi antarinstansi, mulai dari tingkat desa hingga kabupaten, agar intervensi yang dilakukan tepat sasaran. Upaya preventif di masyarakat dan keluarga harus diperkuat sebagai garda terdepan perlindungan anak,” ujarnya.
DINSOSP3AKB Kabupaten Pati Soroti Meningkatnya Kasus Kekerasan yang Melibatkan Anak
Sekretaris DINSOSP3AKB Kabupaten Pati, Hartotok, secara resmi membuka acara dengan menyoroti meningkatnya kasus kekerasan yang melibatkan anak dan remaja.
“Kasus kekerasan yang melibatkan anak dan remaja seperti tawuran pelajar, aksi kreak, hingga klitih kini menjadi potret keprihatinan yang tidak bisa diabaikan. Meningkatnya intensitas dan dampak kekerasan ini, bahkan hingga menimbulkan korban, menegaskan pentingnya perhatian serius dari semua pihak. Inilah alasan mengapa koordinasi lintas sektor menjadi kunci dalam membangun ekosistem perlindungan anak yang lebih responsif, preventif, dan berkelanjutan,” katanya.
Dalam sesi pemaparan materi, Akhmad Syakur dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten menyampaikan bahwa banyak anak yang terjerat hukum merupakan korban dari kondisi lingkungan sekitar.
“Anak-anak yang berhadapan dengan hukum sering kali terdorong oleh berbagai faktor, mulai dari lingkungan keluarga, pengaruh digital, hingga pergaulan. Salah satu yang mengkhawatirkan adalah maraknya akses anak terhadap konten pornografi dan video call seks, yang berdampak serius hingga ada anak-anak yang menjadi korban perdagangan. Ini adalah persoalan bersama yang menuntut kita untuk melakukan perubahan mendasar,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya empati terhadap kondisi anak.
“Anak yang bermasalah adalah anak yang sedang patah hati. Kita tidak bisa menilai mereka hanya dari apa yang tampak di permukaan. Lihatlah latar belakangnya setiap anak punya cerita. Jangan biarkan mereka dihukum dua kali hanya karena kita abai. Indonesia harus menjadi tempat yang layak dan ramah untuk semua anak,” tambahnya.
Dalam sesi dialog, Anggia menyoroti peran masyarakat dalam membangun lingkungan yang mendukung pengasuhan anak.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan yang terjadi di sekitar kita, khususnya di Kabupaten Pati,” ujarnya. “Bapak Sudewo telah menekankan pentingnya keterlibatan semua sektor untuk menciptakan generasi anak yang berkarakter. Salah satu upaya konkret yang harus diperkuat adalah pengasuhan positif dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.”
Perwakilan dari Bapas Kabupaten Pati turut menjelaskan pendampingan yang dilakukan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
“Kami dari Bapas tidak hanya hadir saat anak berhadapan dengan hukum, tetapi kami mendampingi sejak proses di kepolisian, saat pemeriksaan, hingga proses persidangan di pengadilan. Setelah putusan dijatuhkan, Bapas juga berkewajiban melakukan pengawasan dan pembimbingan untuk memastikan anak bisa kembali ke masyarakat dengan baik,” jelasnya.
Sepanjang tahun 2025, Bapas Kabupaten Pati mencatat 32 kasus ABH, dengan Kecamatan Sukolilo mencatat jumlah tertinggi yakni 10 kasus. Data ini menjadi indikator perlunya pendekatan yang lebih intensif dan menyeluruh.
Kegiatan ini Diharapkan dapat memperkuat sinergi antarlembaga dalam penyusunan kebijakan perlindungan anak.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, penegak hukum, keluarga, dan masyarakat, diharapkan anak-anak di Kabupaten Pati dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung tumbuh kembangnya secara optimal. (HMS – Lingkartv.com)