
JAKARTA, LingkarTV.com – Presiden Tiongkok sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok (PKT), Xi Jinping, memperkenalkan pendekatan diplomatik baru bernama Inisiatif Peradaban Global pada Maret 2023. Inisiatif ini menekankan pentingnya penghormatan terhadap keragaman peradaban, nilai-nilai kemanusiaan, serta pertukaran budaya di tingkat internasional.
Inisiatif Peradaban Global menjadi salah satu dari tiga pilar diplomasi baru Tiongkok, berdampingan dengan Inisiatif Pembangunan Global dan Inisiatif Keamanan Global, yang semuanya dijalankan bersama program Belt and Road Initiative (BRI).
Topik ini menjadi pembahasan dalam Belt and Road Journalists Forum yang digelar di Ganzhou, Jiangxi, Tiongkok, pada 18 Juli 2025. Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, turut hadir dan menyampaikan pandangannya dalam sesi bertajuk “Inovasi Narasi Lintas Budaya dan Kewajiban Media di bawah Inisiatif Peradaban Global.”
Menurut Teguh, semangat yang dibawa Inisiatif Peradaban Global selaras dengan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. “Semboyan nasional Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika yang berasal dari bahasa Sansekerta dan berarti ‘Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu’. Indonesia dibangun di atas sejarah ratusan kerajaan kuno di nusantara dan dipersatukan oleh pengalaman hidup di bawah penjajahan bangsa asing,” ujarnya.
Ia menambahkan, kekuatan nasionalisme Indonesia terletak pada kemampuan bangsa ini untuk menerima dan mengintegrasikan berbagai budaya dan peradaban yang telah ada sebelumnya. “Berbicara tentang subkultur Tionghoa dalam budaya Indonesia, di kota Medan, tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, kami memiliki komunitas Tionghoa yang besar dan signifikan,” lanjutnya.
Teguh Santosa Soroti Penggunaan “Kacamata Tempur”
Namun, Teguh juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap perkembangan media saat ini. Ia menyoroti maraknya penggunaan “kacamata tempur” dalam praktik jurnalistik, yaitu sikap yang melihat perbedaan budaya dan bangsa sebagai sesuatu yang harus diselesaikan melalui konflik—dengan satu pihak menang dan pihak lain kalah.
“Kacamata tempur adalah keadaan di mana wartawan dan media memandang perbedaan antarbudaya dan peradaban juga antarbangsa dan negara harus diakhiri dengan kemenangan satu pihak dan kekalahan pihak lainnya,” jelas Teguh.
Ia menilai situasi ini semakin diperburuk oleh maraknya aktor media sosial yang tidak bertanggung jawab dan telah mengambil alih peran jurnalisme berkualitas di banyak negara. Menurutnya, tantangan ini hanya bisa dihadapi dengan meningkatkan kapasitas serta kredibilitas karya jurnalistik.
Menutup pernyataannya, Teguh mengajak seluruh peserta forum untuk menjadikan Belt and Road Journalists Network sebagai wadah mempererat solidaritas dan harmoni, serta memperkuat penghormatan terhadap beragam budaya dan peradaban. (JMSI Network / Lingkartv.com)