
Firman Soebagyo Bongkar Risiko Pinjaman Luar Negeri KKP: Ini Berbahaya!
JAKARTA, Lingkartv.com – Rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menggunakan pinjaman luar negeri (PHLN) sebesar Rp6,49 triliun dari Spanyol mendapat sorotan tajam dari Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo.
Dalam Rapat Kerja bersama Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono pada Kamis (10/7/2025), dengan agenda pembahasan RKA-K/L dan RKP KKP, Firman memberikan kritik tajam agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan strategis yang berdampak pada kondisi ekonomi nasional.
“Alih-alih melakukan efisiensi, pemerintah justru mengambil pinjaman luar negeri. Ini patut dipertanyakan,” ujar Firman saat dihubungi.
Firman menilai, proyek Maritime and Fisheries Integrated Surveillance System (MFISS) yang hendak didanai dari pinjaman tersebut tidak relevan dilakukan dalam situasi ekonomi yang belum stabil.
Lebih jauh, Firman menilai penggunaan pinjaman luar negeri KKP untuk membeli kapal asing justru memperbesar ketergantungan Indonesia terhadap teknologi luar. Padahal, katanya, seharusnya pemerintah mendorong tumbuhnya industri maritim dalam negeri.
“Pinjaman luar negeri untuk kapal luar negeri bisa membuat Indonesia semakin bergantung pada teknologi asing. Ini berbahaya karena akan memperlambat pertumbuhan industri maritim nasional,” jelas legislator dari Dapil III Jawa Tengah itu.
Firman Soebagyo Mengingatkan tentang Risiko Proyek Jangka Panjang
Firman juga mengingatkan bahwa pinjaman luar negeri umumnya disertai biaya tinggi, seperti bunga dan administrasi. Hal ini berpotensi menambah beban fiskal negara, apalagi untuk proyek jangka panjang seperti MFISS yang butuh waktu implementasi hingga tiga tahun.
“Ditambah lagi, proyek yang butuh waktu implementasi lama, seperti tiga tahun, rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu kelangsungan proyek,” tegas Firman.
Selain itu, ia menyampaikan bahwa PHLN bisa mengurangi alokasi rupiah murni dalam anggaran kementerian dan lembaga.
“Pinjaman luar negeri dapat mempengaruhi pagu anggaran, sehingga membatasi ruang fiskal untuk program-program strategis lainnya,” katanya.
Porsi Rupiah Murni Berpotensi Menyusut
Firman juga memaparkan bahwa masuknya dana PHLN ke postur anggaran akan mengurangi porsi rupiah murni di kementerian/lembaga. Menurutnya, ini adalah isu krusial yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran.
“Hal yang krusial dari PHLN akan terdampak kepada kementerian/lembaga terkait, yakni berupa pengurangan jumlah rupiah murni pada anggaran K/L. Karena dalam postur anggaran tiap kementerian dalam UU APBN terdiri dari rupiah murni, PHLN, PNBP, BLU, dll. Maka semakin besar PHLN, semakin kecil rupiah murni,” urainya.
Alternatif Pendanaan Lebih Bijak dan Nasionalis
Firman mendorong pemerintah mencari opsi pendanaan lain yang lebih berkelanjutan, misalnya melalui lembaga keuangan nasional atau kerja sama dengan sektor swasta.
“Pengembangan industri maritim dalam negeri harus jadi prioritas. Selain itu, pembiayaan proyek seperti MFISS bisa dilakukan melalui bank atau lembaga keuangan nasional,” paparnya.
“Pemerintah bisa menggandeng investor swasta agar proyek tetap berjalan tanpa membebani APBN,” tambahnya.
Jika PHLN ini benar-benar direalisasikan, Firman menekankan pentingnya pengawasan DPR agar dana digunakan secara tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Jika PHLN ini terealisasi maka DPR RI wajib melakukan pengawasan secara ketat, agar penggunaan PHLN tetap sasaran. Kita tidak ingin para broker menjadi beban dalam utang luar negeri,” tutup Firman. (Nailin RA / Lingkartv.com)