
Pemerintah Berencana Kembali Berangkatkan PMI ke Arab Saudi, Edy Wuryanto: Harus Ada Akreditasi Ketat, Tidak Boleh Asal Lolos
Jakarta, Lingkartv.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam merencanakan pembukaan kembali pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) pada Senin (28/4), Edy menyatakan bahwa keputusan ini berpotensi menimbulkan celah baru terhadap praktik ilegal serta lemahnya perlindungan bagi PMI jika tidak disiapkan dengan matang.
“Pembukaan moratorium pasti menimbulkan kontroversi dan itu hal yang wajar. Tapi yang lebih penting, kita harus jujur bertanya: apakah sistem kita sudah siap melindungi PMI dengan layak?” ujar Edy.
Sejak moratorium diberlakukan pada 2011, bukan menghilangkan masalah, justru tercatat sekitar 185.000 PMI berangkat secara ilegal ke Arab Saudi. Bahkan, pada tahun 2024 saja, 25.000 orang berangkat tanpa prosedur resmi. Fakta ini, menurut Edy, menunjukkan masih lemahnya pengawasan dan adanya celah besar dalam sistem migrasi tenaga kerja Indonesia.
Edy juga mempertanyakan kinerja kementerian dan instansi terkait dalam mengendalikan keberangkatan ilegal, termasuk peran atase ketenagakerjaan Indonesia di Arab Saudi.
“Kalau ada ribuan orang berangkat ilegal setiap tahun, siapa yang kecolongan? Ini harus dijawab secara terbuka, bukan disapu di bawah karpet,” tegas Edy.
Terkait perbaikan hukum di Arab Saudi yang menjadi alasan pemerintah mencabut moratorium, legislator Dapil Jawa Tengah III ini mengakui adanya langkah positif seperti larangan sita paspor, perbaikan sistem kafala, hingga adanya standar jam kerja dan asuransi. Namun, ia menegaskan bahwa perubahan regulasi di negara tujuan tidak boleh membuat pemerintah Indonesia lengah.
“KemenP2MI wajib melakukan kajian independen dan mendalam atas semua perubahan regulasi ini. Jangan hanya menerima informasi dari satu sisi. Jika ada aturan yang berpotensi merugikan PMI, harus segera diantisipasi,” ungkapnya.
Edy juga menekankan pentingnya sosialisasi yang masif kepada calon PMI agar mereka memahami hak-hak dan kewajiban barunya. Dalam hal perlindungan, ia menilai masalah mendasar ada pada tahap awal: perekrutan dan pelatihan. Ia menyebut masih banyak Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang tidak memenuhi standar profesionalisme.
“P3MI yang memberangkatkan PMI ke Arab Saudi mayoritas dari swasta. Harus ada akreditasi ketat, tidak boleh asal lolos administrasi. Cek betul sarana, sumber daya manusia, dan kredibilitas mereka,” tegas Edy.
Selain itu, Edy juga menekankan pentingnya pelatihan serius bagi calon PMI, terutama dalam hal kemampuan bahasa dan pemahaman tentang hak-hak mereka di negara tujuan.
“Jangan hanya kejar kuota 600.000 pekerjaan. Kita bertanggung jawab penuh atas keselamatan, kesejahteraan, dan martabat pekerja kita. Menyiapkan pekerja migran yang kompeten dan memahami haknya itu mutlak, walaupun butuh waktu,” tegasnya.
Edy mengingatkan, tanpa pembenahan serius di dalam negeri, penghapusan moratorium justru akan mengulang pola lama: pekerja migran rentan diperlakukan tidak adil dan negara lemah dalam memberikan perlindungan. (Nailin RA – Lingkartv.com)